Mengingati kembali 26 Disember 2004 di mana bumi Nanggroe Aceh Darus Salaam telah ditimpa bencana tsunami paling besar dalam sejarah. Diperturunkan satu sajak 'impromptu' oleh penyair besar Indonesia, Taufiq Ismail untuk dihayati kembali.
Dapatkah kita bayangkan
dalam masa lima menit
Seluruh harta benda kita lenyap dihanyutkan air pasang tsunami?
Dapatkah kita bayangkan dalam waktu setengah jam
Seluruh pemukiman kita digoyang gempa dan hancur berantakan
Dapatkah kita bayangkan dalam tiga jam masanya
Anggota keluarga berpisah untuk selama-lamanya?
Dapatkah kita bayangkan dalam waktu setengah hari
Di sungai di jalan raya, lumpur-kayu-bangkai kendaraan
bertumpuk tinggi?
Dapatkah kita bayangkan dalam tiga perempat hari masanya
Rumah-rumah sakit dipadati pasien berpuluh, beratus jumlahnya?
Dapatkah kita bayangkan dua puluh empat jam waktunya
Berpuluh, beratus, beribu mayat bergelimpangan
di tepi dan di tengah jalan raya
bertumpukan di bawah puing-puing
bergelantungan di pohon-pohon
ditutupi koran, spanduk, bendera, plastik dan dedaunan?
Dapatkah kita bayangkan air lautan berpacu luar biasa kencang
Setinggi tiang listrik, semua dia terjang, semua dia habisi?
Dapatkah kita bayangkan tangisan yang keluar dari tenggorokan,
Ratapan naik ke awan, jeritan menjalar ke seluruh kepulauan,
Mencekam sebuah bangsa keseluruhan?
Ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan
Dan meluncur lewat sela-sela jari kita
Ada sesuatu yang sejak dulu tak begitu jelas
Dan sebagai pertanyaan, kini bersuara demikian keras
Kita saksikan udara Aceh penuh mendung abu-abu warnanya
Kita saksikan burung-burung kecil tak lagi berkicau pagi hari
Kita saksikan puluhan mayat, ratusan mayat, ribuan mayat
Kita saksikan puing, lumpur, potongan kayu, besi, bangkai
kendaraan
Kita saksikan gempa lautan membawa tsunami
Tsunami membawa banjir air
Air mata
Air mata mengantarkan sedu sedan
Sedu sedan mengantarkan tangisan
Tangisan mengantarkan jeritan
Jeritan anak yang kehilangan ayah
Jeritan ayah yang kehilangan anak
Jeritan istri yang kematian suami
Jeritan keluarga yang kehilangan semuanya
Jeritan bangsa yang kehabisan segalanya
Maadza arada Llaahu bi haadza mathala?
Apa gerangan yang Dikau kehendaki dari ini umpama?
Bilakah gerangan kami mampu membaca tanda-tanda?
Tetapi di mata kami yang ditabiri hijab jenazah bergelimpangan
Dengan panorama kiamat luar biasa pedihnya pemandangan
Benarkah demikian?
Di mata kami yang diselaputi lapisan bayi-bayi mati penuh
penderitaan
Para ibu tenggelam dalam cuka melumuri kesedihan
Benarkah demikian?
Bilakah tersingkap hijab sehingga yang tampak adalah barisan
ribuan syuhada
Yang gembira diantar malaikat berbondong-bondong ke Jannatu
Na’im
Dan bayi-bayi Aceh itu berlari-larian lincah ke gerbangnya
Di sana
Mereka tunggu orangtua mereka yang sedih di dunia"Jangan sedih begitu, ayah dan ibu, susul anakmu
Di pintu agung Taman Firdaus anakmu menunggu."
Benarkah begitu?
Allah
Telah kami rasakan gempa di daratan
Telah kami deritakan gempa di lautan
Telah kami alami letusan gunung api
Telah kami alami banjir tsunami besar-besaran
Telah kami rasa dadakan ribuan kematian
Beri kami kemampuan membaca tanda-tanda
Allah
Luar biasa bertumpuk dosa kami
Kurniai kami keampunanLuar biasa banyak kelemahan kami
Beri kami kekuatan
Untuk bangkit kembali
Beri kami kekuatan
Untuk membantu
Saudara-saudara sebangsa
Dalam musibah
Terbesar dalam sejarah
3 comments:
amat mengesankan.taufiq menurunkan khutbah rintihan penuh insaf dan simpatis. kita kena 'membaca tanda-tanda' manzurah selain membaca tanda-tanda maqruah.namun abg d teringat sabda ' aslam taslim '. kamu islam @ beriman nescaya kamu sejahtera di dunia dan akhir, walaupun kamu sedang hidup sukacita atau ditimpa musibah duniawi...kamu sejahtera di akhirat! ya Allah rahmatilah kami semua...amiin.
sajak ' olhee lhee di kuta raja ' abg d catatkan juga ttg tsunami di nanggroe acheh ds. sila lihat http://abdulhadi 035333.multiply.com/ ...komen deh.
Takziah.. Acheh. Insya-ALLAH akhir tahun depan saya dapat ke Acheh
tsunami adalah satu mihnah untuk saru ummah.
mihnah ke atas bangsa aceh untuk melihat kecekalan bangsa ini.
mihnah untuk kita bagi melihat setakat mana kita menolong serumpun seagama ini.
good poem, abg d. cuba komen, tapi tak keluar. is it moderated?
en isma, muga masih dapat melihat bukti kebesaran Allah bila di sana nanti.
Post a Comment